Sejarah Desa

CERITA RAKYAT 

ASAL-USUL DESA SAMBENG KULON

Pada zaman Mataram rombongan Maribaya bersama ketiga putra laki- laki dan satu perempuan yaitu Sindang Langut, Tali Angkak, Gagak Pernala serta yang bungsu Surti Cempaka. Mereka adalah pendatang yang melarikan diri dari timur. Waktu itu tempat ia bersembunyi masih berupa hutan belantara. Nama tempat itu Gerbang Cempaka. Disitulah mereka merasa aman untuk bersembunyi.

Kalau nama Maribaya dikaitkan dengan nama Wana Baya Mangir diperkirakan mereka masih bersaudara atau seperguruan. Sebab mereka adalah orang-orang yang memiliki kesaktian. Sindang Langut memiliki kesaktian bias masuk bumi. Tali Angkak memiliki pusaka berupa Centi dan Gagak Pernala mempunyai kesaktian seperti terbang dan Surti Cempaka memiliki paras yang sangat cantik, badannya sangat bersih sehingga kalau minum air yang masuk tenggorokan kelihatan dari luar. Kaitannya dengan Wana Baya Mangir adalah memilki pusaka sakti yang namanya Tombak Baru Klinting (Yusuf, 2010: 1)

Tombak Baru klinting semula berasal dari lidah seekor Naga sakti, anaknya Kyai Tapa Wadas. Bertapa di Gunung Merapi Merbabu, Naga itu adalah anak yang terkutuk dari Ibunya yang melanggar wangsit dari Kyai Tapa Wadas. Wangsit itu berupa pesan kepada ibunya, waktu hamil agar jangan sekali-kali ada benda yang terletak dipangkuan. Karena lupa dilanggar maka anak dalam kandungan berubah menjadi ular, namun demikian ibu tidak menyesal. Dia mengasih seperti anak normal, kasih ibu terhadap anaknya. Pada saat dia mencari ayahnya, Kyai Tapa Wadas malu memilki anak berwujud binatang, maka sebagai penolakan secara halus Naga itu diperintahkan untuk mengitari gunung. Apabila ia dapat mengitari gunung, maka akan diakui sebagai anaknya Kalau ekor dan kepalanya bertemu. Naga itu memilki kesaktian sehingga antara ekor dan kepala dapat melingkari gunung. Untuk menacapai ekor dijulurkanlah lidahnya. Takut lidah itu menyentuh ekornya maka diputuslah lidah dengan panah sehingga lidah meleset menjadi tombak yang menancap ke sebuah pohon dengan suara ngakak” kok, kok, kok”. Waktu itu Wana Baya Mangir sedang bertapa di pohon itu. Melihat ada tombak menancap dengan senang hati dia turun mengambil tombak. Tombak itu bernama Tombak Baru Klinting. Akhirnya tombak baru klinting menjadi pusaka andalan Wana Baya Mangir. Dengan tombak itu Wana Baya Mangir menjadi orang yang pilih tanding, sakti mandraguna yang tak terkalahkan oleh lawannya. Karena kegagahan Wana Baya Mangir maka Raja Mataram yaitu Sutan Wijaya yang bergelar Panembahan Senopati ing Alogo Sayidin Panatagama menjadi khawatir, maka diperintahkannya putri Pambayun. Putri Pambayun putri Raja yang pertama untuk mbrang ledek dengan maksud untuk menundukkan Wana Baya Mangir. Ketika putri Pambayun berada ditempat Wana Baya Mangir mereka berdua saling mencintai, sehingga mereka berdua menikah. Setelah beberapa bulan mereka diketahui oleh Putri Pambayun bahwa pusaka tombak baru klinting tersimpan dikamar pusaka. Setiap ada musuh yang akan mengancam tombak itu berbunyi dan apabila musuh datang berapapun jumlahnya dapat dikalahkan oleh Wana Baya Mangir. Dengan tombak itu Wana Baya Mangir menjadi tinggi hati, angkuh, dan sombong. Putri Pambayun bingung di antar dua tugas dari ayahandanya, sedangkan musuhnya sudah menjadi suaminya. Ketika ia sendirian di rumah masuklah Pambayun ke kamar pusaka. Dia membuka baju dan kotak pusaka ditimang dan dibuai-buai dengan nyanyian yang menyentuh perasaan yang sangat halus. Akhirnya kekuatan pusaka Baru klinting keluar meninggalkan tombak pusaka. Tinggalah tombak besi biasa. Pada saat Wana Baya Mangir dibujuk oleh Pambayun, untuk menghadap kepada Raja Mataram  Panembahan  Senopati  sekaligus  sebagai  mertua. Dia  tidak sadar bahwa pusaka andalan sudah tidak berarti. Waktu dia sungkem menyembah Panembahan Senopati dipegang kepalanya dan dihantamkan ke batu Walam. Di istana Raja seketika itu matilah Wana Baya Mangir (Yusuf, 2010: 2).

Dengan kematian Wana Baya Mangir, anak-anaknya melarikan diri ke desa Gebang Cepaka. Menetaplah mereka di Gebang Cepaka jauh dari Mataram dan terlindung oleh lingkungannya. Masih sangat jarang penduduk dan hutan belantara. Karena kesaktiaanya mereka masih menggunakan kebiasaan yang jahat yaitu upeti untuk raja Mataram yang berasal dari Bumiayu, Tegal, Brebes, Malang lewatnya melalui Gebang Cepaka (jalan setapak) barang-barang yang akan dipersembahkan ditahan oleh mereka di Gebang Cepaka. Mereka yang melawan akan dibunuh. Lama kelamaan seluruh persembahan tidak sampai ke Mataram tertimbun di desa Gebang Cepaka baik berupa emas, perhiasan, serta barang berharga. Mataram kehilangan seluruh upeti dari barat yang terhenti ditahan oleh ketiga putra Mbah Mari Baya Yaitu Sindang Langut, Tali Angkak dan Gagak Pernala.

Ekspedisi pertama di utus Hadipati Pekiringan dari Wanasaba untuk menangkap ketiga perampok, tetapi dalam perkelahian adu kesaktian gugurlah Hadipati Pekiringan dan sekarang makamnya ada di blok Pekiringan yaitu lokasi di muara antara sungai Slekat dan Burem. Kegagalan ekspedisi pertama upeti yang harus diserahkan kepada baginda raja mataram terus terhenti dan menumpuk di desa Gebang Cepaka.

Ekspedisi kedua yaitu seorang yang sangat sakti bernama San Umar. Sebagai utusan raja dia bertekad untuk dapat melumpuhkan musuh dan perampok dari Gebang Cempaka. Berangkatlah seorang Umar seorang diri meninggalkan kerajaan mataram di lepas oleh raja dan punggawa kerajaan serta seluruh bala tentara dengan di adakannya upacara. Ia berjalan dari mataram sampai gebang cepaka selama 7 hari tetapi tidak menuju desa sasaran yaitu Gebang Cepaka. Beliau singgah dulu di tempat hadipati linggasari sebelah utara barat daya untuk istirahat, sekaligus mencari informasi perihal desa Gebang Cepaka dengan para pesuruhnya yaitu Sindang langut, Tali Angkak dan Gagak Pernala. Di dapat berita memang ketiga pemuda itu sangat disegani dan ditakuti karena kegagahan dan kesaktiaannya. Sudah banyak lawan-lawan yang mencoba menandingi, semuanya kalah di lumpuhkan termasuk Hadipati Pekiringan. Dengan tekad San Umar bermaksud menyamar sebagai gelandangan, dengan pakaian kumal, raut muka menampakan kesedihan. Datanglah ia di depan rumah Mari baya sebagai seorang yang terlunta-lunta, Akhirnya San Umar berhasil masuk kedalam keluarga Mari Baya. Beliau diterim sebagia nelayan, Ia diberi tugas untuk seluruh pekerjaan termasuk merawat lembu, sapi,dan kambing. Seharian ia mencari rumput untuk makanan ternak piaraan, mengerjakan pekerjaan rumah seperti bersih- bersih, mencuci, dll. Bahkan ia diperintah untuk mengawasi dan menemani Surti Cempaka mandi baik pagi maupun sore mandi dipancuran ditepi sungai Selekat. Apalagi sungai itu berada didasar tebing yang curam melalui jalan setapak diantara semak belukar. Setelah berjalan berbulan-bulan terjadilah peristiwa yaitu disaat pagi-pagi Buta Surti akan mandi ke pancuran di tengah jalan hampir mengalami kecelakaan. Dalam remang-remang kegelapan pagi dari  atas  tebing seekor harimau lapar melompat  terjun  akan menerkam Surti Cempaka. Dengan kesigapan yang luar biasa dan indra pendengaran San Umar maka secepat kilat ia melompat dengan kecepatan yang tak terduga, tangan kiri San Umar menyambar kepala harimau sebelum menerkam Surti Cempaka. Seketika itu hariamau terlempar. Keadaan tubuh Surti Cempaka lemah tak bernyawa.

Pada suatu malam San Umar shalat dan berdzikir kedengaran oleh keluarga Mari baya. Waktu ditanya oleh Mari Baya, San Umar menjawaB sedang menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Karena lama bergaul San Umar dan Surti Cempaka terjalin hubungan yang saling mencintai tapi masih tersembunyi. Lama kelaman hubungan mereka diketahui. Sedangkan ketiga kakaknya sangat menyayangi adiknya. Melihat hubungan mereka, ketiga kakaknya runtuh belas kasihan. Pada suatu ketika San Umar bertanya Siapakah dirinya sebenarnya. San Umar tak dapat mengelak, terbongkarlah sandiwara penyamaran San Umar. Ia mengaku di utus oleh baginda Mataram.

Maka seketika Mari Baya dan ketiga putranya merebahkan duri mencium kaki San Umar sebagai tanda penyerahan diri, sebab melihat anaknya Surti Cempaka sudah menjalin hubungan dengan San Umar. Maka dijodohkanlah mereka berdua sebagai pasangan suami istri. Hari berikutnya timbunan upeti yang terhenti di Gebang Cempaka seluruhnya diantar ke mataram, sebelum laporan sampai ke mataram upeti-upeti dari utara seluruhnya berjalan normal sampai ke mataram. Raja Mataram merasa heran karena hasilnya sudah sampai tetapi San Umar belum sampai. Setelah beberapa bulan San Umar dan istrinya melaporkan hasil petualangannya

Dengan upacara kerajaan disambutlah kedatangan San Umar dan Surti Cempaka menjadi pasangan suami istri dan di suruh kembali ke Gebang Cempaka dan diberi hadiah pangkat sebagai Hadipati Sam. Kembalilah Hadipati Sam dan rombongan dengan pengawal tentara kerajaan dan barang- barang berharga sebagai seorang Hadipati Sam, maka sesampai di depan Gebang Cempaka berdirilah kadipaten baru dengan nama kadipaten Sambeng. Kadipatennya berpusat di Waringin Pitu karena di tempat itu ditanam tujuh pohon beringin. Jalan sepanjang kadipaten sampai ke Cikrokrok dipancangkan sebuah layur terdapat sebuah arca benteng tanpa kepalayang sampai sekarang masih ada. Pesan wangsit kepada Hadipati Sam “ tidak boleh tidur hari jum’at kliwon di waktu siang. Ketika ia lupa melanggar wangsit, siang hari bangun tidur ia pergi kesungai. Disebauah taman yang ia buat sendiri tampak seekor kijang sedang mandi. Dengan cepat ia mengambil panah ditariklah dan  secepat kilat mata panah meluncur dan mengenai leher sehingga putus kepalanya. Dan ketika kijang menjerit ternyata bukan kijang yang nampak tetapi sudah berubah menjadi istrinya. Hadipati Sam merana sampai usia tua dan wafatlah beliau samapai sekarang makamnya ada di tengah kuburan desa Sambeng Kulon. Terkenal dengan makam Hadipati Sam. Dari sini lah muncul nama Desa Sambeng Kulon.

Setelah beliau wafat, pada Awal tahun 1926 sampai tahun 1932 Nurngalim mulai memegang puncak pimpinan desa Sambeng Kulon dilanjutkan oleh Astra memimpin kurang lebih dua tahun dari tahun 1934- 1936 dan dilanjutkan lagi oleh Wangsawikarta dari tahun 1937-1945. Beliau memerintah dari tahun 1936-1945. Pada masa pemerintahan beliau mulai ada titik terang tentang pembangunan desa, diantaranya mendirikan masjid dengan mewakafkan tanahnya sendiri yang sampai sekarang masjid masih digunakan oleh umat islam untuk beribadah ( Yusuf, 2010: 2-5).

Pada masa pemerintahan Wangsawikarta masih dalam penjajahan Jepang, Di mana kependudukan Jepang menguasai adanya hasil pertanian dari seorang petani. Hasil yang biasanya diambil terutama hasil-hasil pertanian. Dengan adanya persinggahan dari Jepang tersebut mengakibatkan kemiskinan yang mendalam pada Desa Sambeng. Kedatangan Bangsa Jepang sangat meresahkan warga setempat. Jika orang Jepang datang, Para warga lari dan bersembunyi ditempat yang aman antara lain di sungai, di gua-gua dekat sungai bahkan ada yang di kubur di dalam tanah. Harta benda yang dimiliki warga juga disembunyikan. Jika ada warga yang berada di dalam rumah akan dibunuh atau ditembak. Apabila orang-orang Jepang menemukan gadis yang cantik akan dijadikan selir, jika mereka tidak mau menuruti keinginan orang Jepang mereka akan dibunuh atau diperlakukan sewenang-wenang (Wawancara Sujatmiah, 25 Februari 2014).

Dengan semangat para pemuda mereka melawan orang-orang Jepang, meskipun alat yang digunakan untuk perang sangat sederhana antara lain golok, batu, ketapel dan bambu runcing. Perlawanan tersebut banyak memakan korban, mereka tidak ada rasa takut untuk melawan orang-orang Jepang. Adanya kebersamaan, persatuan pemuda dan masyarakat Indonesia akhirnya Bangsa Indonesia berhasil mengusir oarang Jepang dan mempertahankan wilayah yang akan direbut oleh bangsa Jepang. Dengan dibuktikannya legenda pesarean Adipati Sam dan Mari Baya yang merupakan cikal bakal dan figur tokoh Sambeng Kulon yang berupaya mengamankan desanya dan Wangsawikarta juga ikut terlibat dalam Zaman Jepang. Tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia merdeka. kemerdekaan yang dipimpin oleh Wangsawikarta dan dihadiri oleh seluruh warga yang ada di sekitar Desa Sambeng (Wawancara Yusuf Sumadi Widagdo, Nislam, dan Sujatmiah, 25 Februari 2014).